Senin, 31 Maret 2014

SOSOK KATEKIS Membawa Kabar Gembira Bagi Suku Talangmamak


Pak Wantoro dan Bu Endang.. Begitulah orang-orang di daerah Dusun Siamang/ Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indra Giri Hulu, Riau kerap disapa oleh teman-temannya. Wantoro dan Endang, keduanya adalah alumni dari SPG PGRI Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Keduanya mendapat panggilan dari seorang misionaris dari Perancis yaitu, Pastor Antonie Vitte, OFMCap. Pastor Vitte, begitulah beliau kerap disapa umat Katolik di daerah Suku Talangmamak yang mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh, INHU-Riau.
Singkat cerita, P. Vitte memanggil Wantoro beserta istrinya tersebut untuk menjadikan mereka seorang guru perintis di daerah Talangmamak sejak empat belas tahun silam. Tugas mereka adalah membasmi buta huruf serta mengajarkan membaca, menulis dan berhitung bagi orang-orang di Dusun Siamang tersebut. Tahun demi tahun mereka mengajar dan mendidik orang– orang Suku Talangmamak yang mendiami Dusun Siamang tersebut sampai sekarang. Selain mengajar di sekolah informal yang dibangun seadanya di tengah-tengah dusun tersebut, mereka juga mendapat tugas yang lebih penting. Tugas penting mereka ialah mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus bagi Suku Talangmamak.
Kehadiran sang misionaris dan sosok katekis inilah yang membuat daerah Talangmamak, khususnya Dusun Siamang, menunjukkan bahwa Kabar Gembira tentang Yesus  dapat diterima secara unik ditengah-tengah budaya maupun tradisi Suku Talangmamak. Keunikan itu benar-benar dikembangkan oleh Wantoro dan istrinya Endang untuk meningkatkan kualitas iman umatnya di Dusun Siamang. Dengan perjuangan dan kerja keras bersama-sama dibawah naungan Paroki St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus Air Molek, Keuskupan Agung Padang, kini di Dusun tersebut telah dibangun sebuah Gereja sebagai sarana bagi orang-orang, terkhusus umat Katolik Dusun Siamang untuk meningkatkan kualitas dalam beribadah.
Semua ini dapat terwujud berkat dorongan dan motivasi dari sosok seorang katekis. Wantoro dengan kesederhanaannya, kerendahan hatinya ditambah dengan setiap butir senyum darinya menunjukkan bahwa Tuhan selalu hadir dalam sosok seorang katekis. Bagi Wantoro dan istrinya, menjadi pewarta ditengah-tengah Suku Talangmamak merupakan misteri hidup yang tak pernah dibayangkan oleh kedua pasangan ini.  Selain karena desakan ekonomi, saat Wantoro dan keluarganya masih tinggal di Sumatera Selatan

dengan penghasilan yang hanya cukup untuk mengisi perut.
Mereka berdua berkomitmen, ingin merubah hidup dan menyerahkan diri pada rencana dan kehendaknya pada Tuhan. Tuhanlah yang menjadi penyelenggara hidup setiap manusia dan Wantoro meyakini itu semua. Kini mereka tahu jalan yang harus mereka tempuh sebagai seorang katekis sukarelawan. Meskipun bukan katekis professional, namun mereka tetap hidup bahagia, mendapat upahnya di surg kelak dan sebagian kecil materi untuk menyambung hidup Wantoro dan keluarganya.
Kini pasutri dari etnis putra Jawa kelahiran Sumatera ini telah dikaruniai tiga orang anak. Anak paling tua bernama Agustinus Herwanjar, sekarang sedang menempuh Program Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik, Jurusan Kateketik Pastoral di STP (Sekolah Tinggi Pastoral) Santo Bonaventura, Keuskupan Agung Medan. Anak kedua bernama Stefanus Septa Aditya yang menempuh di SMK Xaverius Palembang, jurusan Akuntansi Perkantoran, kemudian anak paling kecil bernama Andrianus Tria Kurnia yang bersekolah di SD Negri 004, Rantau Langsat, INHU-Riau.

Sabtu, 26 Oktober 2013


Jalan Hidup Tak Selamanya Gelap, Sebab Ada Yesus Sang Terang
Ini kisah gue,,, kenapa gue bisa sampai disini adalah suatu hal yang memang diluar kemampuan saya….  Saya lahir di kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak kecil aku tak bersama orangtuaku karena orangtuaku mendapat panggilan dari misionaris dari Prancis untuk menjadi rekan kerja sebagi katekis di Daerah Suku Talangmamak ,Riau.
Selama SD, SMP,SMA aku tak bersama orangtua. Sampailah saat aku harus menentukan jalanku… aku benar-benar bingung, banyak pilihan tempat kuliah yang aku inginkan, akhirnya aku memutuskan mengikuti tes di STMIK yang ada di daerahku.. 3 hari kemudian datang kabar bahwa aku lulus tes dan masuk mengambil jurusan Teknik Informatika (S1) seperti yang aku impikan.
Tiba-tiba beberapa hari setelah itu, timbul masalah di keluarga nenek, karena rupanya salah satu paman ku tak menyetujui aku tetap tinggal di rumah nenek. Ntah karena alas an apa, padahal kakek nenek masih sanggup menampung aku dan adikku untuk tinggal disana. Akhirnya bertengkarlah aku dengan paman ku.  Mama tau kalau aku norangnya sangat  emosian dan keras kepala, akhirnya orangtua menyuruh aku pulang ke rumah yang ada di Riau. Dengan berwat hati kakek dan nenek melepaskan kepergianku, walaupun tak seharusnya aku melakukan itu. Karen ajika aku terlalu lama disana mungkin aku bisa membunuh paman ku sendiri. Aku membenarkan kelakuanku karena paman ku menghina ayahku… aku tidak akan pernah terima kalau orang tuaku dihina. Siapapun orangnya aku akan menghajarnya. Bahkan tak segan aku pernah membawa teman-temanku untuk menghajar pamanku yang memang terkenal sok dan kurang ajar itu.
Berkali-kali ayah menelpon ku agar tak mencari rebut. Dan beliau memberiku peluang untuk kuliah di STP. Ntah apa yang ada di fikiranku saat ku dengar kata STP.
Sesampainya di pastoran siambul, Riau. Semua membicarakan agar aku masuk STP… padahal aku tak tahu sama sekali apa itu STP.. kemudian aku berjumpa dengan beberapa alumni dari STP yang baru tamat, dari mereka aku mendap[at info dan mau mendaftarkan diri ke STP.
Tak pernah terbayangkan aku sampai juga di Sumatera bagian Utara… kalu bukan karena rencana Tuhan aku tak mungkin sampai di tempat yang tak pernah ku kenal sebelumya dalam hidup ku.  Sejak saat itu aku mulai sadar dan ingin mengubah hidupku,, Karena jalan yang ditunjukkan Tuhan bagi diriku sudah mulai tampak jelas…
Aku berkomitmen akan semakin memperjelas apa yang telah aku mulai dan aku jalani sekarang….. (bersambung)